Jumat, 17 Maret 2017

Nama : Erika Harveni Lestari Panjaitan
NIM : 2015-66-052
Sesi : 02
Tugas Epidemiologi

Penyakit Tidak Menular di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009-2010
(KEMENKES RI)

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030.4 Pada negara-negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari tahun hidup yang hilang dan disability (Disability adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi.

Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan jumlah kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan penyakit menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun 2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup.

Situasi Indonesia

Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah triple burden diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu, munculnya kembali beberapa penyakit menular lama (re-emerging diseases), serta munculnya penyakit-penyakit menular baru (new-emergyng diseases) seperti HIV/AIDS, Avian Influenza, Flu Babi dan Penyakit Nipah. Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu  ke waktu.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular semakin menurun Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut. 

Menurut profil PTM WHO tahun 2011, di Indonesia tahun 2008 terdapat 582.300 laki-laki dan 481.700 perempuan meninggal karena PTM.


Gambaran Penyakit Tidak Menular Berdasarkan Data Rumah Sakit
Saat ini di Indonesia, data morbiditas penyakit dari fasilitas kesehatan dikumpulkan dari puskesmas dan rumah sakit. Karena penegakan diagnosis PTM di rumah sakit relatif lebih valid, maka analisis PTM dilakukan terhadap data rumah sakit.
Data analisis diperoleh dari laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) edisi 2010 dan 2011 (data 2009 dan data 2010) yaitu RL2B (Rawat Jalan) dan RL2A (Rawat Inap), yang merupakan laporan rumah sakit langsung ke Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Data tahun 2009-2010 diperoleh dari publikasi data mentah SIRS edisi 2010-2011.
Pelaporan RL2A (rawat inap) pada tahun 2009-2010 masih rendah yaitu secara nasional hanya 29,2% pada tahun 2009, kemudian turun menjadi 24,63% pada tahun 2010 rumah Sakit yang mengirim laporan. Begitu juga halnya dengan laporan RL2B (rawat jalan) laporannya dari tahun 2009-2010 masih rendah yaitu 28,37% pada tahun 2009, turun menjadi 26,29% pada tahun 2010 rumah Sakit yang mengirim laporan. 






Berdasarkan provinsi, tahun 2009, provinsi dengan rumah sakit yang sama sekali tidak melapor RL2A adalah Provinsi Gorontalo dan RL2B adalah Provinsi Gorontalo dan Papua. Jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Papua, Sulawesi Selatan dan Bengkulu sedangkan jumlah rumah sakit yang melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan Sulawesi Barat, sedangkan untuk jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan DKI Jakarta. Sedangkan untuk tahun 2010, provinsi dengan rumah sakit yang sama sekali tidak melapor RL2A yaitu Provinsi Gorontalo dan Papua Barat sedangkan rumah sakit yang tidak melapor RL2B adalah Provinsi Papua Barat. Jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Maluku Utara, Banten dan Papua sedangkan jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor RL2B adalah Provinsi Papua, Banten dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan untuk jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Berdasarkan jumlah kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap dari seluruh RS yang melapor tahun 2010 terhadap jumlah penduduk Indonesia, diperoleh sekitar 5% penduduk mendapat pelayanan kesehatan di RS. Persentase ini lebih rendah dari situasi riil, karena hanya berdasarkan data RS yang melapor. Data Riskesdas 2007 menunjukkan sebanyak 5,1% rumah tangga memilih rawat inap di RS pemerintah dan swasta serta sebanyak 17,7% responden yang memanfaatkan RS (pemerintah dan swasta), RS luar negeri dan RB (rumah bersalin).
Dalam pengolahan data mentah SIRS 2009-2010 terdapat keterbatasan dikarenakan terdapatnya pengelompokkan beberapa penyakit dalam satu kode laporan Daftar Tabulasi Dasar (DTD), sehingga sulit memilah antara data penyakit tidak menular dan penyakit menular pada kelompok penyakit tertentu (contoh: Demam yang sebabnya tidak diketahui, Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva, Karies gigi). Sehingga dilakukan eksklusi (dikeluarkan) dari pengolahan data, terhadap kelompok penyakit yang tidak dapat dilakukan pemecahan antara penyakit menular dan tidak menular.
Data morbiditas dan mortalitas penyakit di rumah sakit di Indonesia dikelompokan dalam penyakit menular, penyakit tidak menular, penyakit maternal/perinatal dan cedera dari tahun 2009-2010. Proporsi penyakit rawat jalan (kasus baru) terhadap total kunjungan seluruh penyakit (rawat jalan) dari tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama yaitu penyakit rawat jalan yang terbanyak adalah penyakit tidak menular, kemudian penyakit menular, cedera dan yang terakhir adalah penyakit maternal dan perinatal yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 


Persentase kasus baru rawat jalan penyakit tidak menular berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan yang di rawat jalan di Indonesia, seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini. 

Persentase kasus rawat inap penyakit tidak menular tertinggi berdasarkan provinsi tahun 2009 adalah Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur. Sedangkan untuk tahun 2010 persentase kasus rawat inap penyakit tidak menular yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat dan Jawa Barat. Untuk persentase rawat inap penyakit tidak menular terendah berdasarkan provinsi tahun 2009 adalah Provinsi Papua dan Bangka Belitung sedangkan untuk tahun 2010 adalah Nusa Tenggara Barat dan Bangka Belitung seperti tampak pada gambar di bawah ini. 


 

Untuk mengetahui besarnya masalah PTM prioritas yang dikendalikan dalam program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), dilakukan pengelompokan penyakit tidak menular menurut enam kelompok penyakit sebagai berikut : Kanker, Diabetes mellitus, jantung, hipertensi, PPOK dan asma. Dari gambar di bawah tampak persentase kasus baru rawat jalan enam kelompok PTM terhadap seluruh kasus baru rawat jalan mengalami penurunan dari tahun 2009 dan 2010. Hipertensi menjadi kasus terbanyak dan diikuti oleh penyakit Jantung dan Diabetes Melitus, baik tahun 2009 dan 2010. 



Bila dilihat berdasarkan peringkat 10 besar PTM penyebab rawat inap terhadap seluruh pasien keluar (hidup dan mati) di rumah sakit tahun 2009 dan tahun 2010, sebab sakitnya hampir sama kecuali pada tahun 2009 terdapat Gagal Jantung, Asma dan Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin sedangkan pada tahun 2010 terdapat Katarak Dengan Gangguan Lain Lensa, Kejang YTT dan Penyakit Sistem Kemih Lainnya dengan persentase terhadap seluruh penyakit rawat inap dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Bila dilihat berdasarkan peringkat 10 besar jumlah kematian PTM rawat inap di rumah sakit tahun 2009 dan tahun 2010, sebab sakitnya hampir sama kecuali pada tahun 2009 terdapat Infark Miokard Akut dan Penyakit Radang Susunan Saraf Pusat sedangkan pada tahun 2010 terdapat Bronkitis Emfisema dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Lainnya dan Hipertensi Esensial (primer) dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 


Bila dilihat berdasarkan peringkat 10 besar PTM terfatal menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah sakit tahun 2009 dan tahun 2010, umumnya berbeda setiap tahun. Namun untuk Perdarahan Intrakranal dan Penyakit Radang Susunan Saraf Pusat termasuk dalam sepuluh besar terfatal setiap tahun. Penyebab terfatal kematian tahun 2009 adalah Penyakit Sistem Nafas Lainnya diikuti Perdarahan Intrakranial, sedang tahun 2010 adalah Sindroma Raynaud+s diikuti oleh Gagal Nafas. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 
Gambar dibawah ini menggambarkan tingkat kefatalan menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) untuk PTM prioritas yang dikendalikan program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) dari tahun 2009-2010. Tampak pada tahun 2009, Strok merupakan penyakit dengan CFR tertinggi (12,68%) diikuti oleh penyakit Jantung (9,17%), sedangkan tahun 2010 Strok dan penyakit Jantung menempati urutan teratas (8,7%). CFR yang meningkat adalah Asma, Hipertensi dan Kanker. Sedangkan PPOK, Strok, Jantung, Diabetes Melitus persentasenya menurun dari tahun 2009-2010 yang lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
 


KESIMPULAN


1. Secara nasional jumlah rumah sakit yang melapor pada tahun 2009 – 2010 masih rendah yaitu 29,2% RS (2009); 24,63% RS (2010) mengirim laporan RL2A (rawat inap) dan 28,37% RS (2009); 26,29% RS (2010) yang mengirim laporan RL2B (rawat jalan).
2. Proporsi kasus baru rawat jalan terhadap total kunjungan seluruh kasus baru penyakit (rawat jalan) pada tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama, yaitu yang terbanyak adalah penyakit tidak menular, diikuti penyakit menular, cedera dan yang terakhir adalah penyakit maternal dan perinatal.
3. Proporsi kasus baru rawat jalan penyakit tidak menular berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan yang di rawat jalan.
4. Proporsi kasus baru rawat jalan PTM berdasarkan kelompok umur dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama, yaitu yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 45-64 tahun kemudian diikuti kelompok umur 25-44 tahun.
5. Persentase kasus baru rawat jalan PTM tertinggi berdasarkan provinsi tahun 2009 adalah Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung, sedangkan untuk tahun 2010 persentase kasus rawat jalan PTM yang tertinggi adalah Provinsi Gorontalo dan Lampung. Propinsi yang presentase rawat jalan PTM terendah pada tahun 2009 terjadi di Papua Barat dan Banten, sedangkan pada tahun 2010 terjadi di propinsi Papua dan Bangka Belitung.
6. Proporsi kasus rawat inap terhadap total kasus keluar hidup dan mati (rawat inap) dari tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama yaitu penyakit rawat inap yang terbanyak adalah penyakit tidak menular, kemudian diikuti penyakit menular, cedera dan yang terakhir adalah penyakit maternal dan perinatal.
7. Proporsi kasus rawat inap yang mati terhadap total pasien keluar mati dari tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama yaitu penyakit rawat inap yang mati terbanyak adalah penyakit tidak menular, kemudian penyakit menular, cedera dan penyakit maternal dan perinatal.
8. Proporsi kasus rawat inap PTM berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan mempunyai pola yang tidak jauh berbeda pada tahun 2009 dan 2010.
9. Pada tahun 2009 dan tahun 2010 persentase kasus inap yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 45-64 tahun kemudian diikuti kelompok umur 25-44 tahun.
10. Persentase kasus rawat inap PTM tertinggi berdasarkan provinsi tahun 2009 adalah Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur. Sedangkan untuk tahun 2010 persentase kasus rawat inap PTM yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat dan Jawa Barat. Untuk persentase rawat inap PTM terendah berdasarkan provinsi tahun 2009 adalah Provinsi Papua dan Bangka Belitung sedangkan untuk tahun 2010 adalah Nusa Tenggara Barat dan Bangka Belitung.
11. Sepuluh (10) peringkat penyakit rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit tahun 2009 dan tahun 2010 sebab sakitnya hampir sama.
12. Sepuluh (10) peringkat PTM rawat inap terhadap seluruh pasien keluar (hidup dan mati) di rumah sakit dari tahun 2009 sampai tahun 2010 sebab sakitnya hampir sama.
13. Sepuluh (10) peringkat PTM yang mati di rawat inap rumah sakit tahun 2009 dan tahun 2010 sebab sakitnya hampir sama.
14. Sepuluh (10) peringkat PTM menurut tingkat kefatalan menyebabkan kematian (CFR) di rawat inap rumah sakit dari 2009 dan tahun 2010 sebagian besar sebab sakitnya tidak sama.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sistem Informasi Rumah Sakit Tahun 2010
2. Sistem Informasi Rumah Sakit Tahun 2011
3. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007
4. Rencana Program Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2010 – 2014
5. Global status report on noncommunicable diseases 2010, Geneva, World Health Organization 2011


Kepustakaan

1. WHO. Prevention of Cardiovascular Disease Guidelines for assessment and management of cardiovascular risk. 2007
2. Galton .Dyslipidemia In Clinical Practice series. 2003
3. WHO. Technical Report Series 841. Cardiovascular Disease Risk Factors: New Areas for Research. Geneva 1994
4. Krauss RM, Eckel RH, Howard B, Appel LJ, Daniels SR, Deckelbaum RJ, et al. AHA Dietary Guidelines: revision 2000: A statement for healthcare professionals from the Nutrition Committee of the American Heart Association. Circulation 2000; 102: 2284-2299.
5. Grundy SM, Blady GJ,Criqui MH, Fletcher G,Greenland P, Hiratzka LF,Houston-Miller N, Kris Etherton P, Krumholz HM, LaRosa J, Ockene IS, Pearson TA, Reed J, Washington R, Smith SC Jr. Primary prevention of coronary heart disease : guidance from Framingham a statement for healthcare professionals from the American Heart Association’s Task force on Risk Reduction. Circulation. 1998;97:1876-1887
6. Epstein F H. Contribution of epidemiology to understanding coronary heart disease in Coronary Heart Disease Epidemiology from aetiology to public health .edited by Marmot.M, Elliot.P . Oxford University Press. 1994 pp 20-32
7. COMA (Committee on Medical Aspects of Food Policy). (1994). Report on Health and Social Subjects No.46 Nutritional Aspects of Cardiovascular Disease: London.
8. Mann JI. (1993). Disease of the heart and circulation: the role of dietary factors in etiology and management,. In Human Nutrition and Dietetics, Garrow, J.S. & James , W.P.T. (eds) pp. 619-650. Churchill Livingstone Medical Division of Longman Group UK Limited .
9. Grundy, S.M. (2004). Obesity ,metabolic syndrome and cardiovascular disease. J Clin Endocrinol Metab, June 89 (6) 2595-2600.
10. Michael AJ (2000) The urban environment and health in a world of increasing globalization :issues for developing countries. Bull World Health Org 78:1117-26
11. WHO Europe (2003) edited by Wilkinson R & Marmot M Social determinat the solid facts.2nd ed
12. Yu Z,Nissinen A, Vartiainen E et al. (200) Association between socioeconomic status and cardiovascular risk factors in an urban population in China. Bull World Health Org 78:1296-1305
13. Erem c,Hacihasnoglu A,Deger O et al (2008). Prevalence of dyslipidemia and associated risk factors among Turkish adults: Trabzon lipid study. Endocrine Aug-Dec,34 (1-30:36-51
14. Kato, H., Tillotson, J., Nichaman, M.Z., Rhoads, G.G. & Hamilton, H.B. (1973). Epidemiologic studies of coronary heart disease and stroke in Japanese men living in Japan, Hawaii and California. Am J Epidemiol, 97, 372-8


A. Latar Belakang
Di wilayah Pasifik dan Asia Timur penyakit tidak menular merupakan 71,03% penyebab kematian pada tahun 2002, dan menimbulkan DALYs (Disability Adjusted Life Years) sebesar 46,90%.

Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Proporsi angka kematian penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007 (Riskesdas 2007).
Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia, seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3‰), diabetes melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kanker/tumor (4,3‰), dan cedera lalu lintas darat (25,9%).
Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, jumlahnya mencapai 15,4%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, diabetes melitus 5,7%, kanker 5,7%, penyakit saluran nafas bawah kronik (5,1%), penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%.
Angka kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 15,9% yang merupakan penyebab utama kematian, diabetes melitus 14,7%, penyakit jantung iskemik 8,7%, hipertensi dan penyakit jantung lain masing-masing 7,1%, kecelakaan lalu lintas 5,2%, kanker (payudara, leher rahim, dan rahim) 4,8%, penyakit saluran nafas bawah kronik (3,2%), sedangkan di pedesaan akibat stroke 11,5% yang menempati peringkat kedua setelah TB, hipertensi 9,2%, penyakit jantung iskemik 8,8%, diabetes melitus 5,8%, kanker 4,4%, dan penyakit saluran pernafasan bawah kronik 4,2%.
Sementara itu angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 26,8% sebagai penyebab utama kematian, hipertensi 8,1, penyakit jantung iskemik 5,8%, penyakit saluran pernafasan bawah kronik 5,1%, penyakit jantung lain 4,7%, dan kanker 3,2%. Sedangkan di pedesaan akibat stroke 17,4% juga sebagai penyebab utama kematian, hipertensi 11,4%, penyakit jantung iskemik 5,7%, penyakit jantung lain 5,1%, penyakit saluran pernafasan bawah kronik 4,8%, dan kanker 3,9%.
Tantangan lain yang dihadapi adalah adanya kecenderungan meningkatnya masalah-masalah yang berkaitan dengan bertambahnya kelompok usia lanjut (ageing) yang akan menyebabkan beban pembiayaan kesehatan semakin meningkat.
 Sementara itu penderita penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah tidak lagi mengenal kelompok status sosial ekonomi masyarakat. Tidak sedikit penderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang justru datang dari kalangan sosial ekonomi menengah kebawah, yang tergolong masyarakat miskin, tidak mampu dan kurang mampu yang kemungkinan diakibatkan perubahan gaya hidup yang tidak sehat dan meningkatnya faktor risiko penyakit tidak menular.
Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan prevalensi beberapa faktor risiko penyakit tidak menular, seperti obesitas umum 19,1% (terdiri dari berat badan lebih 8,8% dan obesitas 10,3%), obesitas sentral 18,8%, sering (satu kali atau lebih setiap hari) makan makanan asin 24,5%, sering makan makanan berlemak 12,8%, sering makan/minum makanan/minuman manis 65,2%, kurang sayur buah 93,6%, kurang aktivitas fisik 48,2%, gangguan mental emosional 11,6%, perokok setiap hari 23,7%, dan konsumsi alkohol 12 bulan terakhir 4,6%.

Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kerjasama dan dukungan peraturan perundangan-undangan merupakan tantangan yang sangat penting. Pemberdayaan  masyarakat di bidang kesehatan pada umumnya masih menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan kesehatan. Pengetahuan, sikap dan perilaku serta kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular masih belum memadai.

Penyakit Tidak Menular Masalah Utama Kesehatan Masyarakat
Masalah  utama kesehatan masyarakat ini ditandai dengan tinnginya prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), ini tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara global. Empat penyakit utama penyakit jantung, kanker, penyakit paru kronik dan diabetus militus merupakan 80% kematian penyakit tidak menular. Empat perilaku berisiko yang dapat diubah merokok, diet yang tidak sehat, kurangnya kegiatan fisik dan komsumsi alkohol merupakan penyebab utama kematian penyakit tidak menular.
 PTM merupakan penyakit yang memerlukan waktu cukup panjang untuk penyembuhannya, tetapi sebagian besar faktor risikonya bisa dicegah. Setiap tahun, PTM menyebabkan hampir 60% kematian di Indonesia, sebagian besar berusia dibawah 60 tahun, yang juga berdampak negatif terhadap produktivitas dan pembangunan, dengan demikian juga akan menyebabkan kemiskinan karena menghabiskan waktu dan biaya yang besar untuk pengobatan.
Pencegahan PTM adalah kewajiban semua orang, pendekatan multi sektoral merupakan kunci untuk pencegahan dan pengendalian PTM. Tanggung jawab pemerintah menjadikan PTM sebagai agenda prioritas pembangunan. Tanggung jawab masyarakat berperan aktif dalam setiap upaya pengendalian PTM. Akademisi, media, sektor swasta, dan mitra pembangunan lain mempunyai tanggung jawab yang sama dalam setiap upaya pengendalian PTM sesuai peran dan fungsi masing-masing.