NIM : 2015-66-052
Sesi : 02
Tugas Epidemiologi
Penyakit Tidak
Menular di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009-2010
(KEMENKES RI)
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi
penyebab utama kematian secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta
kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir
dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh
penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi
rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang
berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di
negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM
pada orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular
merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit
pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain bersama-sama
menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO,
kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat
di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-negara menengah
dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal
akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan
diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa
kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta
jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti
malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat
ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030.4 Pada negara-negara menengah dan
miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari tahun hidup yang
hilang dan disability (Disability adjusted life years=DALYs) dan hampir lima
kali dari kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi.
Secara global, regional dan nasional
pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit
tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan jumlah kesakitan akibat penyakit
tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan penyakit menular akan menurun.
PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta penyakit
kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030.
Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan
penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun 2030.
Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat
perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern,
pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup.
Situasi
Indonesia
Indonesia dalam beberapa dasawarsa
terakhir menghadapi masalah triple burden diseases. Di satu sisi,
penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan masih sering terjadi KLB
beberapa penyakit menular tertentu, munculnya kembali beberapa penyakit menular
lama (re-emerging diseases), serta munculnya penyakit-penyakit menular
baru (new-emergyng diseases) seperti HIV/AIDS, Avian Influenza, Flu Babi
dan Penyakit Nipah. Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya kecenderungan yang
semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan
2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi
epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat,
sedangkan kematian karena penyakit menular semakin menurun Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut.
Menurut
profil PTM WHO tahun 2011, di Indonesia tahun 2008 terdapat 582.300 laki-laki
dan 481.700 perempuan meninggal karena PTM.
Gambaran
Penyakit Tidak Menular Berdasarkan Data Rumah Sakit
Saat ini di Indonesia, data morbiditas
penyakit dari fasilitas kesehatan dikumpulkan dari puskesmas dan rumah sakit.
Karena penegakan diagnosis PTM di rumah sakit relatif lebih valid, maka
analisis PTM dilakukan terhadap data rumah sakit.
Data
analisis diperoleh dari laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) edisi 2010 dan 2011 (data 2009 dan data 2010) yaitu RL2B (Rawat
Jalan) dan RL2A (Rawat Inap), yang merupakan laporan rumah sakit langsung ke
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Data tahun
2009-2010 diperoleh dari publikasi data mentah SIRS edisi 2010-2011.
Pelaporan RL2A (rawat inap) pada tahun
2009-2010 masih rendah yaitu secara nasional hanya 29,2% pada tahun 2009,
kemudian turun menjadi 24,63% pada tahun 2010 rumah Sakit yang mengirim
laporan. Begitu juga halnya dengan laporan RL2B (rawat jalan) laporannya dari
tahun 2009-2010 masih rendah yaitu 28,37% pada tahun 2009, turun menjadi 26,29%
pada tahun 2010 rumah Sakit yang mengirim laporan.
Berdasarkan provinsi, tahun 2009,
provinsi dengan rumah sakit yang sama sekali tidak melapor RL2A adalah Provinsi
Gorontalo dan RL2B adalah Provinsi Gorontalo dan Papua. Jumlah rumah sakit
tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Papua, Sulawesi
Selatan dan Bengkulu sedangkan jumlah rumah sakit yang melapor RL2B adalah
Provinsi Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Sulawesi Tenggara,
Jambi dan Sulawesi Barat, sedangkan untuk jumlah rumah sakit terbanyak yang
melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan DKI Jakarta.
Sedangkan untuk tahun 2010, provinsi dengan rumah sakit yang sama sekali tidak
melapor RL2A yaitu Provinsi Gorontalo dan Papua Barat sedangkan rumah sakit
yang tidak melapor RL2B adalah Provinsi Papua Barat. Jumlah rumah sakit
tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Maluku Utara,
Banten dan Papua sedangkan jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor RL2B
adalah Provinsi Papua, Banten dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit terbanyak yang
melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan untuk jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Berdasarkan jumlah kunjungan pasien
rawat jalan dan rawat inap dari seluruh RS yang melapor tahun 2010 terhadap
jumlah penduduk Indonesia, diperoleh sekitar 5% penduduk mendapat pelayanan
kesehatan di RS. Persentase ini lebih rendah dari situasi riil, karena hanya
berdasarkan data RS yang melapor. Data Riskesdas 2007 menunjukkan sebanyak 5,1%
rumah tangga memilih rawat inap di RS pemerintah dan swasta serta sebanyak
17,7% responden yang memanfaatkan RS (pemerintah dan swasta), RS luar negeri
dan RB (rumah bersalin).
Dalam pengolahan data mentah SIRS
2009-2010 terdapat keterbatasan dikarenakan terdapatnya pengelompokkan beberapa
penyakit dalam satu kode laporan Daftar Tabulasi Dasar (DTD), sehingga sulit
memilah antara data penyakit tidak menular dan penyakit menular pada kelompok
penyakit tertentu (contoh: Demam yang sebabnya tidak diketahui, Konjungtivitis
dan gangguan lain konjungtiva, Karies gigi). Sehingga dilakukan eksklusi
(dikeluarkan) dari pengolahan data, terhadap kelompok penyakit yang tidak dapat
dilakukan pemecahan antara penyakit menular dan tidak menular.
Data morbiditas dan
mortalitas penyakit di rumah sakit di Indonesia dikelompokan dalam penyakit
menular, penyakit tidak menular, penyakit maternal/perinatal dan cedera dari
tahun 2009-2010. Proporsi penyakit rawat jalan (kasus baru) terhadap total
kunjungan seluruh penyakit (rawat jalan) dari tahun 2009-2010 mempunyai pola
yang sama yaitu penyakit rawat jalan yang terbanyak adalah penyakit tidak
menular, kemudian penyakit menular, cedera dan yang terakhir adalah penyakit
maternal dan perinatal yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Persentase
kasus baru rawat jalan penyakit tidak menular berdasarkan jenis kelamin dari
tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama yaitu tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan yang di rawat jalan
di Indonesia, seperti diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Persentase
kasus rawat inap penyakit tidak menular tertinggi berdasarkan provinsi tahun
2009 adalah Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur. Sedangkan untuk tahun 2010
persentase kasus rawat inap penyakit tidak menular yang tertinggi adalah
Provinsi Sulawesi Barat dan Jawa Barat. Untuk persentase rawat inap penyakit
tidak menular terendah berdasarkan provinsi tahun 2009 adalah Provinsi Papua
dan Bangka Belitung sedangkan untuk tahun 2010 adalah Nusa Tenggara Barat dan
Bangka Belitung seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Untuk
mengetahui besarnya masalah PTM prioritas yang dikendalikan dalam
program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular,
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL),
dilakukan pengelompokan penyakit tidak menular menurut enam kelompok penyakit
sebagai berikut : Kanker, Diabetes mellitus, jantung, hipertensi, PPOK dan
asma. Dari gambar di bawah tampak persentase kasus baru rawat jalan enam
kelompok PTM terhadap seluruh kasus baru rawat jalan mengalami penurunan dari
tahun 2009 dan 2010. Hipertensi menjadi kasus terbanyak dan diikuti oleh
penyakit Jantung dan Diabetes Melitus, baik tahun 2009 dan 2010.
Bila
dilihat berdasarkan peringkat 10 besar PTM penyebab rawat inap terhadap seluruh
pasien keluar (hidup dan mati) di rumah sakit tahun 2009 dan tahun 2010, sebab
sakitnya hampir sama kecuali pada tahun 2009 terdapat Gagal Jantung, Asma dan
Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin sedangkan pada tahun 2010 terdapat
Katarak Dengan Gangguan Lain Lensa, Kejang YTT dan Penyakit Sistem Kemih
Lainnya dengan persentase terhadap seluruh penyakit rawat inap dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Bila
dilihat berdasarkan peringkat 10 besar jumlah kematian PTM rawat inap di rumah
sakit tahun 2009 dan tahun 2010, sebab sakitnya hampir sama kecuali pada tahun
2009 terdapat Infark Miokard Akut dan Penyakit Radang Susunan Saraf Pusat
sedangkan pada tahun 2010 terdapat Bronkitis Emfisema dan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Lainnya dan Hipertensi Esensial (primer) dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Bila
dilihat berdasarkan peringkat 10 besar PTM terfatal menyebabkan kematian
berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah sakit tahun
2009 dan tahun 2010, umumnya berbeda setiap tahun. Namun untuk Perdarahan
Intrakranal dan Penyakit Radang Susunan Saraf Pusat termasuk dalam sepuluh
besar terfatal setiap tahun. Penyebab terfatal kematian tahun 2009 adalah
Penyakit Sistem Nafas Lainnya diikuti Perdarahan Intrakranial, sedang tahun
2010 adalah Sindroma Raynaud+s diikuti oleh Gagal Nafas. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar
dibawah ini menggambarkan tingkat kefatalan menyebabkan kematian berdasarkan Case
Fatality Rate (CFR) untuk PTM prioritas yang dikendalikan program-program
pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular, Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) dari tahun
2009-2010. Tampak pada tahun 2009, Strok merupakan penyakit dengan CFR
tertinggi (12,68%) diikuti oleh penyakit Jantung (9,17%), sedangkan tahun 2010
Strok dan penyakit Jantung menempati urutan teratas (8,7%). CFR yang meningkat
adalah Asma, Hipertensi dan Kanker. Sedangkan PPOK, Strok, Jantung, Diabetes
Melitus persentasenya menurun dari tahun 2009-2010 yang lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
KESIMPULAN
1.
Secara nasional jumlah rumah sakit yang melapor pada tahun 2009 – 2010 masih
rendah yaitu 29,2% RS (2009); 24,63% RS (2010) mengirim laporan RL2A (rawat
inap) dan 28,37% RS (2009); 26,29% RS (2010) yang mengirim laporan RL2B (rawat
jalan).
2.
Proporsi kasus baru rawat jalan terhadap total kunjungan seluruh kasus baru
penyakit (rawat jalan) pada tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama, yaitu
yang terbanyak adalah penyakit tidak menular, diikuti penyakit menular, cedera
dan yang terakhir adalah penyakit maternal dan perinatal.
3.
Proporsi kasus baru rawat jalan penyakit tidak menular berdasarkan jenis
kelamin dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama yaitu tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-laki dan kelompok perempuan yang
di rawat jalan.
4.
Proporsi kasus baru rawat jalan PTM berdasarkan kelompok umur dari tahun 2009 dan
2010 mempunyai pola yang sama, yaitu yang paling tinggi adalah pada kelompok
umur 45-64 tahun kemudian diikuti kelompok umur 25-44 tahun.
5.
Persentase kasus baru rawat jalan PTM tertinggi berdasarkan provinsi tahun 2009
adalah Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung, sedangkan untuk tahun 2010
persentase kasus rawat jalan PTM yang tertinggi adalah Provinsi Gorontalo dan
Lampung. Propinsi yang presentase rawat jalan PTM terendah pada tahun 2009
terjadi di Papua Barat dan Banten, sedangkan pada tahun 2010 terjadi di
propinsi Papua dan Bangka Belitung.
6.
Proporsi kasus rawat inap terhadap total kasus keluar hidup dan mati (rawat
inap) dari tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama yaitu penyakit rawat inap
yang terbanyak adalah penyakit tidak menular, kemudian diikuti penyakit
menular, cedera dan yang terakhir adalah penyakit maternal dan perinatal.
7.
Proporsi kasus rawat inap yang mati terhadap total pasien keluar mati dari
tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama yaitu penyakit rawat inap yang mati
terbanyak adalah penyakit tidak menular, kemudian penyakit menular, cedera dan
penyakit maternal dan perinatal.
8.
Proporsi kasus rawat inap PTM berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
mempunyai pola yang tidak jauh berbeda pada tahun 2009 dan 2010.
9.
Pada tahun 2009 dan tahun 2010 persentase kasus inap yang paling tinggi adalah
pada kelompok umur 45-64 tahun kemudian diikuti kelompok umur 25-44 tahun.
10.
Persentase kasus rawat inap PTM tertinggi berdasarkan provinsi tahun 2009
adalah Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur. Sedangkan untuk tahun 2010
persentase kasus rawat inap PTM yang tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat
dan Jawa Barat. Untuk persentase rawat inap PTM terendah berdasarkan provinsi
tahun 2009 adalah Provinsi Papua dan Bangka Belitung sedangkan untuk tahun 2010
adalah Nusa Tenggara Barat dan Bangka Belitung.
11.
Sepuluh (10) peringkat penyakit rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit tahun
2009 dan tahun 2010 sebab sakitnya hampir sama.
12.
Sepuluh (10) peringkat PTM rawat inap terhadap seluruh pasien keluar (hidup dan
mati) di rumah sakit dari tahun 2009 sampai tahun 2010 sebab sakitnya hampir
sama.
13.
Sepuluh (10) peringkat PTM yang mati di rawat inap rumah sakit tahun 2009 dan
tahun 2010 sebab sakitnya hampir sama.
14.
Sepuluh (10) peringkat PTM menurut tingkat kefatalan menyebabkan kematian (CFR)
di rawat inap rumah sakit dari 2009 dan tahun 2010 sebagian besar sebab
sakitnya tidak sama.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Sistem Informasi Rumah Sakit Tahun 2010
2.
Sistem Informasi Rumah Sakit Tahun 2011
3.
Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007
4.
Rencana Program Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
Tahun 2010 – 2014
5.
Global status report on noncommunicable diseases 2010, Geneva, World Health
Organization 2011
Kepustakaan
1. WHO. Prevention of Cardiovascular Disease Guidelines for
assessment and management of cardiovascular risk. 2007
2. Galton .Dyslipidemia In Clinical Practice series. 2003
3. WHO. Technical Report Series 841. Cardiovascular Disease
Risk Factors: New Areas for Research. Geneva 1994
4. Krauss RM, Eckel RH, Howard B, Appel LJ, Daniels SR,
Deckelbaum RJ, et al. AHA Dietary Guidelines: revision 2000: A statement for
healthcare professionals from the Nutrition Committee of the American Heart
Association. Circulation 2000; 102: 2284-2299.
5. Grundy SM, Blady GJ,Criqui MH, Fletcher G,Greenland P,
Hiratzka LF,Houston-Miller N, Kris Etherton P, Krumholz HM, LaRosa J, Ockene
IS, Pearson TA, Reed J, Washington R, Smith SC Jr. Primary prevention of
coronary heart disease : guidance from Framingham a statement for healthcare
professionals from the American Heart Association’s Task force on Risk
Reduction. Circulation. 1998;97:1876-1887
6. Epstein F H. Contribution of epidemiology to understanding
coronary heart disease in Coronary Heart Disease Epidemiology from aetiology to
public health .edited by Marmot.M, Elliot.P . Oxford University Press. 1994 pp
20-32
7. COMA (Committee on Medical Aspects of Food Policy).
(1994). Report on Health and Social Subjects No.46 Nutritional Aspects of
Cardiovascular Disease: London.
8. Mann JI. (1993). Disease of the heart and circulation: the
role of dietary factors in etiology and management,. In Human Nutrition and
Dietetics, Garrow, J.S. & James , W.P.T. (eds) pp. 619-650. Churchill
Livingstone Medical Division of Longman Group UK Limited .
9. Grundy, S.M. (2004). Obesity ,metabolic syndrome and
cardiovascular disease. J Clin Endocrinol Metab, June 89 (6) 2595-2600.
10. Michael AJ (2000) The urban environment and health in a
world of increasing globalization :issues for developing countries. Bull World
Health Org 78:1117-26
11. WHO Europe (2003) edited by Wilkinson R & Marmot M
Social determinat the solid facts.2nd ed
12. Yu Z,Nissinen A, Vartiainen E et al. (200) Association
between socioeconomic status and cardiovascular risk factors in an urban
population in China. Bull World Health Org 78:1296-1305
13. Erem c,Hacihasnoglu A,Deger O et al (2008). Prevalence of
dyslipidemia and associated risk factors among Turkish adults: Trabzon lipid
study. Endocrine Aug-Dec,34 (1-30:36-51
14. Kato, H., Tillotson, J., Nichaman, M.Z., Rhoads, G.G.
& Hamilton, H.B. (1973). Epidemiologic studies of coronary heart disease
and stroke in Japanese men living in Japan, Hawaii and California. Am J
Epidemiol, 97, 372-8
A. Latar Belakang
Di wilayah Pasifik dan
Asia Timur penyakit tidak menular merupakan 71,03% penyebab kematian pada tahun
2002, dan menimbulkan DALYs (Disability Adjusted Life Years)
sebesar 46,90%.
Di Indonesia, salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat ini dalam
pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak masih
banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain pihak semakin
meningkatnya penyakit tidak menular. Proporsi angka kematian penyakit tidak
menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007
(Riskesdas 2007).
Hasil Riskesdas tahun
2007 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia,
seperti hipertensi (31,7 %), penyakit jantung (7,2%), stroke (8,3‰), diabetes
melitus (1,1%) dan diabetes melitus di perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit
sendi (30,3%), kanker/tumor (4,3‰), dan cedera lalu lintas darat (25,9%).
Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur,
jumlahnya mencapai 15,4%, hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, diabetes melitus 5,7%,
kanker 5,7%, penyakit saluran nafas bawah kronik (5,1%), penyakit jantung
iskemik 5,1%, dan penyakit jantung lainnya 4,6%.
Angka kematian pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 15,9% yang
merupakan penyebab utama kematian, diabetes melitus 14,7%, penyakit jantung
iskemik 8,7%, hipertensi dan penyakit jantung lain masing-masing 7,1%,
kecelakaan lalu lintas 5,2%, kanker (payudara, leher rahim, dan rahim) 4,8%,
penyakit saluran nafas bawah kronik (3,2%), sedangkan di pedesaan akibat stroke
11,5% yang menempati peringkat kedua setelah TB, hipertensi 9,2%, penyakit
jantung iskemik 8,8%, diabetes melitus 5,8%, kanker 4,4%, dan penyakit saluran
pernafasan bawah kronik 4,2%.
Sementara itu angka
kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 26,8%
sebagai penyebab utama kematian, hipertensi 8,1, penyakit jantung iskemik 5,8%,
penyakit saluran pernafasan bawah kronik 5,1%, penyakit jantung lain 4,7%, dan
kanker 3,2%. Sedangkan di pedesaan akibat stroke 17,4% juga sebagai penyebab
utama kematian, hipertensi 11,4%, penyakit jantung iskemik 5,7%, penyakit
jantung lain 5,1%, penyakit saluran pernafasan bawah kronik 4,8%, dan kanker
3,9%.
Tantangan lain yang
dihadapi adalah adanya kecenderungan meningkatnya masalah-masalah yang
berkaitan dengan bertambahnya kelompok usia lanjut (ageing) yang akan
menyebabkan beban pembiayaan kesehatan semakin meningkat.
Sementara itu penderita penyakit tidak menular
seperti penyakit jantung dan pembuluh darah tidak lagi mengenal kelompok status
sosial ekonomi masyarakat. Tidak sedikit penderita penyakit jantung dan
pembuluh darah yang justru datang dari kalangan sosial ekonomi menengah
kebawah, yang tergolong masyarakat miskin, tidak mampu dan kurang mampu yang
kemungkinan diakibatkan perubahan gaya hidup yang tidak sehat dan meningkatnya
faktor risiko penyakit tidak menular.
Hasil Riskesdas tahun
2007 memperlihatkan prevalensi beberapa faktor risiko penyakit tidak menular,
seperti obesitas umum 19,1% (terdiri dari berat badan lebih 8,8% dan obesitas
10,3%), obesitas sentral 18,8%, sering (satu kali atau lebih setiap hari) makan
makanan asin 24,5%, sering makan makanan berlemak 12,8%, sering makan/minum
makanan/minuman manis 65,2%, kurang sayur buah 93,6%, kurang aktivitas fisik
48,2%, gangguan mental emosional 11,6%, perokok setiap hari 23,7%, dan konsumsi
alkohol 12 bulan terakhir 4,6%.
Desentralisasi bidang
kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Kerjasama dan dukungan peraturan perundangan-undangan merupakan
tantangan yang sangat penting. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan pada umumnya
masih menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan
kesehatan. Pengetahuan, sikap dan perilaku serta kemandirian masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular masih belum
memadai.
Penyakit Tidak Menular Masalah Utama Kesehatan Masyarakat
Masalah utama kesehatan masyarakat ini ditandai dengan
tinnginya prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), ini tidak hanya di Indonesia
tetapi juga secara global. Empat penyakit utama penyakit jantung, kanker,
penyakit paru kronik dan diabetus militus merupakan 80% kematian penyakit tidak
menular. Empat perilaku berisiko yang dapat diubah merokok, diet yang tidak
sehat, kurangnya kegiatan fisik dan komsumsi alkohol merupakan penyebab utama
kematian penyakit tidak menular.
PTM merupakan penyakit yang memerlukan waktu
cukup panjang untuk penyembuhannya, tetapi sebagian besar faktor risikonya bisa
dicegah. Setiap tahun, PTM menyebabkan hampir 60% kematian di Indonesia,
sebagian besar berusia dibawah 60 tahun, yang juga berdampak negatif terhadap
produktivitas dan pembangunan, dengan demikian juga akan menyebabkan kemiskinan
karena menghabiskan waktu dan biaya yang besar untuk pengobatan.
Pencegahan PTM adalah
kewajiban semua orang, pendekatan multi sektoral merupakan kunci untuk
pencegahan dan pengendalian PTM. Tanggung jawab pemerintah menjadikan PTM
sebagai agenda prioritas pembangunan. Tanggung jawab masyarakat berperan aktif
dalam setiap upaya pengendalian PTM. Akademisi, media, sektor swasta, dan mitra
pembangunan lain mempunyai tanggung jawab yang sama dalam setiap upaya
pengendalian PTM sesuai peran dan fungsi masing-masing.